Selasa, 21 Oct 2025
Suara Kobeng | Aspirasi, Berani dan Aksi
Antara Fungsi dan Gengsi : Fenomena iPhone di Kalangan Anak Muda Indonesia
Penulis: Hamdan
Tekno - 21 Jul 2025 - Views: 190
image empty

Surakarta – Fenomena penggunaan iPhone di kalangan generasi muda Indonesia semakin menjamur dari tahun ke tahun. Tidak hanya sebagai alat komunikasi, iPhone kini menjelma menjadi simbol status sosial dan identitas gaya hidup. Di balik desainnya yang premium dan teknologi mutakhirnya, muncul perdebatan menarik: apakah iPhone lebih dipilih karena fungsi atau gengsi?

Hampir di setiap sudut kota, dari ruang kuliah, kafe kekinian, hingga story Instagram, mudah ditemui anak muda yang menggenggam iPhone. Bahkan, iPhone seri terbaru, yang dibanderol belasan hingga puluhan juta rupiah, tetap laris manis di pasaran. Bagi sebagian orang, memiliki iPhone adalah bentuk investasi dalam ekosistem digital yang stabil dan fungsional. Namun, bagi sebagian lainnya, iPhone menjadi “kartu identitas sosial” yang menunjukkan kelas dan gaya hidup tertentu.

Fungsi: Ekosistem Apple dan Performa Andal

Tak bisa dimungkiri, iPhone memang menawarkan fungsi dan fitur unggulan yang membuatnya pantas dipertimbangkan secara rasional. Sistem operasi iOS dikenal stabil, minim bug, dan aman dari serangan malware. Ekosistem Apple—yang mengintegrasikan iPhone, MacBook, Apple Watch, dan iPad secara seamless—membuat penggunanya semakin produktif, terutama untuk kalangan mahasiswa, konten kreator, hingga pelaku bisnis digital.

Bagi mereka yang mengutamakan kualitas kamera, kecepatan pemrosesan, serta pembaruan perangkat lunak jangka panjang, iPhone menjadi pilihan logis. Belum lagi fitur eksklusif seperti AirDrop, iMessage, dan FaceTime yang hanya bisa dinikmati sesama pengguna Apple, menambah nilai guna yang membuat iPhone sulit tergantikan.

“Sebagai fotografer muda, saya butuh kamera dengan akurasi warna yang tinggi dan hasil yang konsisten. iPhone menjawab kebutuhan saya secara profesional,” ujar Tika, seorang mahasiswa desain visual di Bandung.

Gengsi: iPhone sebagai Simbol Prestise Sosial

Namun di sisi lain, tidak sedikit generasi muda yang membeli iPhone bukan karena kebutuhan teknis, melainkan dorongan sosial. Gengsi memiliki iPhone sering kali dikaitkan dengan citra ‘keren’, mapan, dan gaul. Penggunaan iPhone, khususnya seri-seri terbaru, kerap dianggap sebagai representasi status ekonomi dan kelas sosial yang lebih tinggi.

Fenomena ini terlihat jelas dalam tren media sosial. Tagar seperti #ShotOniPhone dan video unboxing iPhone menjadi konten yang menarik perhatian ribuan warganet. Bahkan, tidak jarang remaja atau mahasiswa rela membeli iPhone secara kredit panjang atau membeli versi second demi tampil eksklusif di lingkungan pergaulan.

“Sebenarnya saya bisa saja pakai HP lain yang lebih murah, tapi lingkungan saya semua pakai iPhone. Kalau nggak ikut, kadang terasa dikucilkan,” ungkap Ari, mahasiswa semester tiga di Jakarta.

Antara Tekanan Sosial dan Identitas Diri

Tekanan sosial di kalangan muda membuat batas antara kebutuhan dan keinginan menjadi kabur. Gaya hidup konsumtif perlahan terbentuk, bahkan terkadang tanpa disadari. Tren ini juga didorong oleh maraknya iklan, influencer, dan budaya FOMO (Fear of Missing Out) yang melekat kuat pada generasi digital saat ini.

Sosiolog dari Universitas Indonesia, Dr. Indra Purnama, menyebut bahwa fenomena iPhone sebagai simbol gengsi adalah bagian dari consumer culture atau budaya konsumsi modern. “Anak muda menggunakan barang bukan lagi semata untuk fungsi, melainkan sebagai medium pencitraan diri. Dalam konteks iPhone, perangkat ini menjadi alat untuk menunjukkan ‘siapa saya’ di hadapan publik,” ujarnya.

Refleksi dan Kesadaran Digital

Meski tidak salah menjadikan barang sebagai penunjang gaya hidup, penting bagi generasi muda untuk memiliki kesadaran digital dan keuangan yang lebih bijak. Memilih gadget seharusnya didasarkan pada kebutuhan, efisiensi, serta kemampuan finansial pribadi—bukan sekadar tekanan lingkungan atau ilusi sosial.

Di era di mana teknologi berkembang pesat dan pilihan semakin beragam, literasi digital menjadi kunci. Anak muda perlu memahami bahwa tidak semua hal harus dilihat dari merek atau harga, tetapi dari nilai guna, tanggung jawab, dan makna yang lebih dalam terhadap penggunaan teknologi.

Akhirnya, iPhone hanyalah alat. Yang menentukan nilainya bukan hanya logo apel gigitan di belakangnya, tapi bagaimana penggunanya memaksimalkan manfaatnya dalam kehidupan nyata.


Tags
Tidak tersedia.