Jumat, 05 Sep 2025
Suara Kobeng | Aspirasi, Berani dan Aksi
Dibalik Forum Pemuda Muhammadiyah Solo: Kaderisasi atau Ambisi Politik?
Penulis: Hamdan
Opini - 21 Jul 2025 - Views: 55
image empty

Surakarta, 16 Mei 2025 – Sebuah forum yang mengklaim representasi Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Kota Solo mengundang sejumlah organisasi kepemudaan (OKP) di Balai Muhammadiyah, Jl. Teuku Umar No. 5, Keprabon. Namun, berdasarkan observasi terhadap dinamika internal Muhammadiyah, forum ini tidak sepenuhnya merefleksikan AMM secara komprehensif. Alih-alih, yang muncul adalah mobilisasi dukungan politik oleh beberapa organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah—seperti Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Nasyiatul Aisyiyah, dan Pemuda Muhammadiyah—terhadap seorang kandidat Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Solo dalam Musyawarah Daerah (Musda) mendatang.

 

Problem Representasi dan Legitimasi Pengaderan

Figur yang didukung memang memiliki afiliasi historis dengan Muhammadiyah, tetapi tidak melalui proses pengaderan yang sistematis dan berkelanjutan. Dalam perspektif keorganisasian Muhammadiyah, pengaderan bukan sekadar kehadiran dalam beberapa aktivitas, melainkan melibatkan pembinaan ideologis, kapasitas kepemimpinan, dan konsistensi keterlibatan. Tanpa itu, klaim sebagai "kader Muhammadiyah" bersifat superfisial—atau dalam terminologi kontemporer, "Muhammadiyah Instan" (Muda).

 

Posisi Kritis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)

Berbeda dengan ortom lain, IMM mengambil sikap kritis dengan tidak terlibat dalam gelombang dukungan tersebut. Sikap ini didasarkan pada prinsip ideologis bahwa keterlibatan politik harus berangkat dari proses kaderisasi yang jelas, bukan sekadar pragmatisme elektoral. IMM menegaskan bahwa legitimasi politik dalam Muhammadiyah harus sejalan dengan nilai gerakan, bukan sekadar jaringan atau popularitas individu.

 

Implikasi Jangka Panjang: Komodifikasi Identitas dan Erosi Nilai

Dukungan terhadap figur eksternal yang tidak memiliki basis ideologis kuat dalam Muhammadiyah berpotensi menimbulkan komodifikasi identitas organisasi. Label "kader Muhammadiyah" dapat dieksploitasi untuk kepentingan politik jangka pendek, sementara integritas gerakan terancam terdilusi. Dalam perspektif kelembagaan, hal ini berisiko merusak kredibilitas internal dan kepercayaan publik terhadap konsistensi Muhammadiyah sebagai gerakan civil society.

 

Kesimpulan: Perlunya Rekonstruksi Mekanisme Pengaderan Politik

Fenomena ini mengindikasikan ketegangan antara pragmatisme politik dan idealisme gerakan. Muhammadiyah perlu memperkuat sistem kaderisasi, khususnya dalam ranah politik, untuk memastikan bahwa keterlibatan politik anggotanya berbasis nilai, bukan oportunisme. Tanpa itu, Muhammadiyah berisiko kehilangan posisi kritisnya dan terjebak dalam politik transaksional.

Tags
Tidak tersedia.